View Larger Map,center/>

Senin, 22 Juni 2009

Kuliah Di Kota Nganggur Di Desa

SAJAK SEONGGOK JAGUNG
WS. RENDRA

Seonggok jagung di kamar
dan seorang pemuda yang kurang sekolahan
memandang jagung itu
sang pemuda melihat ladang
ia melihat petani
ia melihat panen
dan suatu hari subuh para wanita dengan gendongan pergi kepasar

dan ia juga melihat suatu pagi hari
di dekat sumur gadis-gadis bercanda
sambil menumbuk jagung
menjadi meisena
sedang di dalam dapur tungku-tungku menyala
di dalam udara murni tercium bau kue jagung

Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda
ia melihat kemungkinan otak dan tangan siap bekerja

Tetapi ini,
Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda tamat SLA
tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa
hanya ada seonggok jagung dikamarnya
ia memandang jagung itu, dan ia melihat dirinya terlunta-lunta
ia melihat dirinya ditendang dari discotheque
ia melihat sepasang sepatu tenes di balik etalase
ia melihat saingannya naik sepeda motor
ia melihat nomor-nomor lotre
ia melihat dirinya miskin dan gagal

Seonggok jagung di kamar
tak akan menolong seorang pemuda
yang pandangan hidupnya berasal dari buku
dan tidak dari kehidupan
yang lebih terlatih dalam metode
dan hanya penuh hafalan kesimpulan
yang hanya terlatih sebagai pemakai
tetapi kurang latihan bebas berkarya
Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupan

Aku bertanya: Apakah gunanya pendidikan
bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing
di tengah kenyataan persoalannya ?
apakah gunanya pendidikan
bila hanya mendorong seseorang
menjadi layang-layang di ibu kota
kikuk pulang ke daerahnya ?
apakah gunanya seseorang
belajar filsafat, sastra, teknilogi, ilmu kedokteran
atau apa saja
ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata:
" di sini aku merasa asing dan sepi !"


Puisi ini seolah-olah menggambarkan dua sisi yang berbeda, sisi pertama menggambarkan seorang yang tidak menempuh pendidikan tinggi namun siap untuk menghadapi kehidupan dengan segala daya dan potensinya , bekerja dan melakukan apa saja termasuk bertani kepasar dan pekerjaan lainnya serta tangguh menghadapi kejamnya dunia. Sementara sisi kedua menggambarkan seseorang dengan gelar sarjana yang disandangnya namun setelah pulang ke daerahnya dia merasa asing dan tak tau mau berbuat apa. dalam kehidupan nyata seolah tak berguna pelajaran filsafat, sastra, teknologi dll yang ditekuni di bangku sekolahan / di bangku kuliahan.kembali ke desa tanpa skill yang memadai akhirnya menjadi PENGACARA ( pengangguran banyak acara ). Hal ini dikarenakan terbiasa dengan metode-metode tanpa ada latihan untuk mempraktikkannya pada sebuah karya nyata. Inginnya semua serba pragtis, seperti halnya kebiasaan yang sudah didapatkan di bangku kuliah yaitu setiap membutuhkan uang di perantauan tinggal minta orangtua, sekejappun uang sudah ditransfer tanpa tau uang tersebut didapat orang tuanya dengan cara apa dan dari mana..boro-boro kalau milik sendiri, uang tersebut didapat orang tuanya dari kerja keras banting tulang bahkan sesekali utang, jual sawah, jual sepeda motor dll. Kebiasaan inilah yang harus segera diperbaiki termasuk orang tua yang senantiasa memanjakan anaknya yang kuliah dengan memulai hidup sederhana dan kerja keras.

Saat ini pengangguran masih juga menjadi polemik tersendiri bagi bangsa, hal ini dikarenakan banyaknya lulusan sekolah baik tingkat smp, sma, perguruan tinggi yang tidak diimbangi dengan lapangan pekerjaan. Seperti yang tetulis dalam ANTARA edisi 22 juni 2009,Krisis global berdampak pada bertambahnya jumlah pengangguran di Indonesia sebanyak 51 ribu hingga 57 ribu orang.Di Trenggalek cukup banyak pengangguran termasuk yang telah menyandang gelar sarjana.Berarti harus ada terobosan baru, pengembangan skill dan kesadaran diri untuk terus kerja keras dan bertanggung jawab. Tidak hanya ngenteni endok blorok tetapi mulai ngendok dewe..hee...he....Agar nantinya kembali kedaerahnya menjadi manusia yang siap mengabdi untuk masyarakat dengan bidang yang ditekuninya.Amien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar